Tradisi yang berkembang dikalangan NU, jika ada orang yang meningal, maka akan diadakan acara tahlilan, do’a, dzikir fida dan lain sebagainya. Untuk mendo’akan orang yang meningal dan biasanya dibarengi dengan jamuan makanan sebagai sodaqoh untuk simayit.
Dalil yang digunakan hujjah dalam
masalah ini yaitu sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Hawi li-Al-Fatawi li
as-syuyuti, Juz II, hlm 183
قَالَ
طَاوُسِ: اِنَّ اْلمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ سَْعًا فَكَانُوْا
يُسْتَحَبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَيَّامِ-اِلَى اَنْ
قَالَ-عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرِ قَالَ: يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٍ
وَمُنَافِقٍ فَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَاَمَّا الْمُنَافِقُ
يُفْتَنُ اَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.
Imam Thawus berkata : seorang yang
mati akan beroleh ujian dari Alloh dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk itu,
sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah)
untuknya selama hari-hari tersebut. Sampai kata-kata: dari sahabat Ubaid Ibn
Umair, dia berkata: seorang mu’min dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami
ujian dalam kubur. Bagi seorang mu’min akan beroleh ujian selama 7 hari, sedang
seorang munafik selama 40 hari diwaktu pagi.
Dalil diatas adalah sebuah atsar
yang menurut Imam As-Syuyuty derajatnya sama dengan hadis marfu’ Mursal maka
dapat dijadikan hujjah makna penjelasannya:
اِنَّ
أَثَرَ طَاوُسَ حُكْمُهُ حُكْمُ اْلحَدِيْثِ الْمَرْفُوْعِ اْلمُرْسَلِ
وَاِسْنَادُهُ اِلَى التَّابِعِى صَحِيْحٌ كَانَ حُجَّةً عِنْدَ اْلاَئِمَّةِ
الثَّلَاثَةِ اَبِي حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَاَحْمَدَ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ
وَاَمَّا عِنْدَ الشَّافِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَاِنَّهُ يَحْتَجُ
بِاْلمُرْسَلِ اِذَا اعْتَضَدَ بِاَحَدِ أُمُوْرٍ مُقَرَّرَةٍ فِى مَحَلِهَا
فِيْهَا مَجِيْئِ آخَرَ اَوْ صَحَابِيِّ يُوَافِقُهُ وَالْاِعْتِضَادِ هَهُنَا
مَوْجُوْدٌ فَاِنَّهُ رُوِيَ مِثْلُهُ عَنْ مُجَاهْدِ وَعَْ عُبَيْدِ بْنِ
عُمَيْرِ وَهُمَا تَابِعِيَانِ اِنْ لَمْ يَكُنْ عُبَيْدٌ صَحَابِيًا.
Jika sudah jadi keputusan, atsar (amal sahabat Thawus) diatas hukumnya sama
dengan hadist Marfu’ Mursal dan sanadnya sampai pada tabi’in itu shahih dan
telah dijadikan hujjah yang mutlak(tanpa syarat) bagi tiga Imam (Maliki,
Hanafi, Hambali). Untuk Imam as-Syafi’i ia mau
berhujjah dengan hadis mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu
ketetapan yang terkait dengannya, seperti adanya hadis yang lain atau
kesepakatan Shahabat. Dan, kelengkapan yang dikehendaki Imam as-Syafi’i itu
ada, yaitu hadis serupa riwayat dari Mujahid dan dari ubaid bin Umair yang
keduanya dari golongan tabi’in, meski mereka berdua bukan sahabat.
Lebih jauh, Imam al-Syuyuti menilai
hal tersebut merupakan perbuatan sunah yang telah dilakukan secara turun
temurun sejak masa sahabat. Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh
hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam
as-Syuyuti, abad x Hijriyah) di mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu
tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Muhammad SAW sampai sekarang
ini, dan tradisi itu diambil dari Ulama Salaf sejak generasi pertama (masa
Sahabat Nabi Muhammad SAW).” Selanjutnya dalam Hujjah Ahlussunnh Wal jama’ah,
juz 1 hlm. 37 dikatakan:
قَوْلُهُ-كَانُوْا
يُسْتَحَبُّوْنَ-مِنْ بَابِ قَوْلِ التَّابِعِي كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ-وَفِيْهِ
قَوْلَانِ لِاَهْلِ الْحَدِيْثِ وَاْلاُصُوْلِ أَحَدُهُمَا اَنَّهُ اَيْضًا مِنْ
بَابِ اْلمَرْفُوْعِ وَأَنَّ مَعْنَاهُ: كَانَ النَّاسُ يَفْعَلُوْنَ فِى عَهْدِ النَّبِي صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَعْلَمُ بِهِ وَيُقِرُّ عَلَيْهِ.
(Kata-kata Imam thawus), pada bab
tentang kata-kata Tabi’in, mereka melaksanakannya. Dalam hal ini ada dua
pendapat: pendapat ahli Hadis dan Ahli Ushul yang salah satunya termasuk hadis
Marfu’ maksudnya orang-orang dizaman Nabi melaksanakan hal itu, Nabi sendiri
tahu dan menyetujuinya. Dalam kitab Nihayah al-Zain, Juz I, halaman 281 juga
disebutkan:
وَالتَّصَدُّقُ
عَنِ اْلمَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍّ مَطْلُوْبٌ وَلَا يُتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِيْ
سَبْعَةِ اَيَّامٍ اَوْ اَكْثَرَ اَوْ اَقَلَّ وَتَقْيِيْدُهُ بِبَعْضِ
اْلاَيَّامِ مِنَ اْلعَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا اَفْتَى بِذَلِكَ السَّيِّدِ اَحْمَدء
دَحْلَانِ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ اْلمَيِّتِ فِي
ثَالِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِي سَابِعٍ وَفِيْ تَمَامِ اْلعِشْرِيْنَ وَفِي
اْلاَرْبَعِيْنَ وَفِي الِمأَةِ وَبِذَلِكَ يُفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلًا فِي
اْلمَوْتِ كَمَا اَفَادَهُ شَيْخَنَا يُوْسُفُ السُنْبُلَاوِيْنِيْ.
Di anjurkan oleh syara’ shodaqoh bagi mayit,dan shodaqoh itu tidak di
tentukan pada hari ke tujuh sebelumnya maupun sesudahnya.sesungguhnya
pelaksanaan shodaqoh pada hari-hari tertentu itu cuma sebagai kebiasaan (adat)
saja, sebagaimana fatwa Sayid Akhmad Dahlan yang mengatakan ”Sungguh telah
berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ketiga
dari kematian, hari ketujuh, dua puluh, dan ketika genap empat puluh hari serta
seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun
pada hari kematiannya.
Sebagaimana disampaikan oleh Syaikh
Yusuf Al-Sumbulawini. Adapun istilah 7 “tujuh hari” dalam acara tahlil bagi
orang yang sudah meninggal, hal ini sesuai dengan amal yang dicontohkan sahabat
Nabi SAW. Imam Ahmad bin Hanbal RA berkata dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana
yang dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li Al-Fatawi:
حَدَّثَنَا
هَاشِمُ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا اْلأَشْجَعِيُّ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ:
قَالَ طَاوُسُ: إِنَّ اْلمَوْتَ يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا
يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامِ (الحاوي للفتاوي,ج:۲,ص:۱۷۸)
“Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Al-Asyja’i
meriwayatkan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, “Imam Thawus berkata, “Orang
yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka
kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan untuk orang yang
meninggal dunia selama tujuh hari itu” (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal 178)
Imam Al-Suyuthi berkata:
أَنَّ
سُنَّةَ اْلإِطْعَامِ سَبْعَةَ أَيَّامٍ بَلَغَنِي أَنَّهَا مُسْتَمِرَّةٌ إِلَى
اءلآنَ بِمَكَّةَ وَاْلمَدِيْنَةَ فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا لمَ ْتَتْرُكْ مِنْ
عَهْدِ الصَّحَابَةِ إِلَى اْلآنَ وَأَنَّهُمْ أَخَذُوْهَا خَلَفًا عَنْ سَلَفٍ
إِلَى الصَّدْرِ اْلأَوَّلِ (الحاوي للفتاوي,ج:۲,ص:۱۹۴)
“Kebiasaan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan kebiasaan
yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam Suyuthi, sekitar abad IX
Hijriah) di Makkah dan Madinah. Yang
jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW
sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi
pertama (masa sahabat SAW)” (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal 194)
Dari beberapa dalil diatas dapat
disimpulkan bahwa kebiasaan masyarakat NU tentang penentuan hari dalam
peringatan kematian itu dapat dibenarkan secara syara’.
Sumber : http://ktb-piss.blogspot.co.id/2011/08/peringatan-3-7-20-40-100-hari-orang.html
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: PERINGATAN 3, 7, 20, 40, 100 HARI ORANG YANG MENINGGAL
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel PERINGATAN 3, 7, 20, 40, 100 HARI ORANG YANG MENINGGAL ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Judul: PERINGATAN 3, 7, 20, 40, 100 HARI ORANG YANG MENINGGAL
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel PERINGATAN 3, 7, 20, 40, 100 HARI ORANG YANG MENINGGAL ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
No comments:
Post a Comment