Tuesday 13 October 2015

BID’AH



Nabi saw memperbolehkan berbuat bid’ah hasanah.

Nabi saw memperbolehkan kita melakukan Bidah hasanah selama hal itu baik dan tidak menentang syariah, sebagaimana sabda beliau saw : Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya dan tak dikurangkan sedikitpun dari dosanya (Shahih Muslim hadits no.1017, demikian pula  diriwayatkan pada Shahih Ibn  Khuzaimah, Sunan Baihaqi Alkubra, Sunan Addarimiy, Shahih Ibn Hibban dan banyak lagi). Hadits ini menjelaskan makna Bidah hasanah dan Bidah dhalalah.

Perhatikan hadits beliau saw, bukankah beliau saw menganjurkan?, maksudnya bila kalian mempunyai suatu pendapat atau gagasan baru yang membuat kebaikan atas islam maka perbuatlah.., alangkah indahnya bimbingan Nabi saw yang tidak mencekik ummat, beliau saw tahu bahwa ummatnya bukan hidup untuk 10 atau 100 tahun, tapi ribuan tahun akan berlanjut dan akan muncul kemajuan zaman, modernisasi, kematian ulama, merajalela kemaksiatan, maka tentunya pastilah diperlukan hal hal yang baru demi menjaga muslimin lebih terjaga dalam kemuliaan, demikianlah bentuk kesempurnaan agama ini, yang tetap akan bisa dipakai hingga akhir zaman, inilah makna ayat :

ALYAUMA AKMALTU LAKUM DIINUKUM…”, yang artinya “hari ini Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, kusempurnakan pula kenikmatan bagi kalian, dan kuridhoi islam sebagai agama kalian”,

Maksudnya semua ajaran telah sempurna, tak perlu lagi ada pendapat lain demi memperbaiki agama ini, semua hal yang baru selama itu baik sudah masuk dalam kategori syariah dan sudah direstui oleh Allah dan rasul Nya, alangkah sempurnanya islam,

Bila yang dimaksud adalah tidak ada lagi penambahan, maka pendapat itu salah, karena setelah ayat ini masih ada banyak ayat ayat lain turun, masalah hutang dll, berkata para Mufassirin bahwa ayat ini bermakna Makkah Almukarramah sebelumnya selalu masih dimasuki orang musyrik mengikuti hajinya orang muslim, mulai kejadian turunnya ayat ini maka Musyrikin tidak lagi masuk masjidil haram, maka membuat kebiasaan baru yang baik boleh boleh saja.

Namun tentunya bukan membuat agama baru atau syariat baru yang bertentangan dengan syariah dan sunnah Rasul saw, atau menghalalkan apa apa yang sudah diharamkan oleh Rasul saw atau sebaliknya, inilah makna hadits beliau saw : Barangsiapa yang membuat buat hal baru yang berupa keburukan...dst, inilah yang disebut Bidah Dhalalah.

Beliau saw telah memahami itu semua, bahwa kelak zaman akan berkembang, maka beliau saw memperbolehkannya (hal yang baru berupa kebaikan), menganjurkannya dan menyemangati kita untuk memperbuatnya, agar ummat tidak tercekik dengan hal yang ada dizaman kehidupan beliau saw saja, dan beliau saw telah pula mengingatkan agar jangan membuat buat hal yang buruk (Bidah dhalalah).

Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa hadits ini adalah khusus untuk sedekah saja,  maka  tentu  ini  adalah  pendapat  mereka  yang  dangkal  dalam  pemahaman syariah, karena hadits diatas jelas jelas tak menyebutkan pembatasan hanya untuk sedekah  saja,  terbukti  dengan perbuatan bidah  hasanah oleh  para  Sahabat dan Tabi’in.



Siapakah yang pertama memulai Bid’ah hasanah setelah wafatnya Rasul saw?

Ketika terjadi pembunuhan besar besaran atas para sahabat (Ahlul yamaamah) yang mereka itu para Huffadh (yang hafal) Alquran dan Ahli Alquran di zaman Khalifah Abubakar Asshiddiq ra, berkata Abubakar Ashiddiq ra kepada Zeyd bin Tsabit ra :

Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan terus terjadi pada para Ahlulquran, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq ra) mengumpulkan dan menulis Alquran, aku berkata : Bagaimana aku berbuat suatu hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..?, maka Umar berkata padaku bahwa Demi Allah ini adalah demi kebaikan dan  merupakan kebaikan, dan  ia  terus  meyakinkanku sampai Allah  menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan kumpulkanlah Alquran dan tulislah Alquran..!

Berkata Zeyd : Demi Allah sungguh bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung gunung tidak seberat perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alquran, bagaimana kalian berdua berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?,   maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai mengumpulkan Alquran. (Shahih Bukhari hadits no.4402 dan 6768).

Nah saudaraku, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar shiddiq ra mengakui dengan ucapannya : sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”, hatinya jernih menerima hal yang baru (bidah hasanah) yaitu  mengumpulkan  Alquran,  karena  sebelumnya  alquran  belum  dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok, dihafal dll, ini adalah Bidah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya.

Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bidah hasanah mengenai semua bidah adalah kesesatan, diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan…, maka beri wasiatlah kami.. maka rasul saw bersabda :  “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada  Allah,  mendengarkan dan  taatlah  walaupun  kalian  dipimpin  oleh  seorang Budak afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf perbedaan pendapat, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah  khulafaurrasyidin  yang  mereka  itu  pembawa  petunjuk,  gigitlah  kuat  kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati hatilah dengan hal hal yang baru, sungguh semua yang Bid;ah itu adalah kesesatan. (Mustadrak Alasshahihain hadits no.329).

Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah khulafaurrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, dan sunnah khulafaurrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar shiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alquran, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw.

Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafaurrasyidin melakukan bidah hasanah, Abubakar shiddiq ra dimasa kekhalifahannya memerintahkan  pengumpulan  Alquran,  lalu  kemudian  Umar  bin  Khattab  ra  pula dimasa  kekhalifahannya  memerintahkan  tarawih  berjamaah  dan  seraya  berkata  : Inilah sebaik baik Bidah!”(Shahih Bukhari hadits no.1906)  lalu pula selesai penulisan Alquran dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alquran kini dikenal dengan nama Mushaf Utsmaniy, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu.

Demikian pula hal yang dibuat-buat tanpa perintah Rasul saw adalah dua kali adzan di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan dimasa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar shiddiq ra, tidak pula dimasa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan dimasa Utsman bin Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bulkhari hadits no.873).

Siapakah yang salah dan tertuduh?, siapakah yang lebih mengerti larangan Bidah?, adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafaurrasyidin ini tak faham makna Bidah?



Bid’ah Dhalalah

Jelaslah sudah bahwa mereka yang menolak bidah hasanah inilah yang termasuk pada golongan Bidah dhalalah, dan Bidah dhalalah ini banyak jenisnya, seperti penafikan sunnah, penolakan ucapan sahabat, penolakan pendapat Khulafaurrasyidin, nahdiantaranya adalah penolakan atas hal baru selama itu baik dan tak melanggar syariah, karena hal ini sudah diperbolehkan oleh Rasul saw dan dilakukan oleh Khulafaurrasyidin, dan  Rasul  saw  telah  jelas  jelas  memberitahukan bahwa  akan muncul banyak ikhtilaf, berpeganglah pada Sunnahku dan Sunnah Khulafaurrasyidin, bagaimana Sunnah Rasul saw?, beliau saw membolehkan Bidah hasanah, bagaimana sunnah Khulafaurrasyidin?, mereka melakukan Bidah hasanah, maka penolakan atas hal inilah yang merupakan Bidah dhalalah, hal yang telah diperingatkan oleh Rasul saw.

Bila kita menafikan (meniadakan) adanya Bidah hasanah, maka kita telah menafikan dan membidahkan Kitab Al-Quran dan Kitab Hadits yang menjadi panduan ajaran pokok Agama Islam karena kedua kitab tersebut (Al-Quran dan Hadits) tidak ada perintah  Rasulullah  saw  untuk  membukukannya dalam  satu  kitab  masing-masing, melainkan hal itu merupakan ijma/kesepakatan pendapat para Sahabat Radhiyallahuanhum dan hal ini dilakukan setelah Rasulullah saw wafat.

Buku hadits seperti Shahih Bukhari, shahih Muslim dll inipun tak pernah ada perintah Rasul saw untuk membukukannya, tak pula Khulafaurrasyidin memerintahkan menulisnya, namun para tabi’in mulai menulis hadits Rasul saw.

Begitu pula Ilmu Musthalahulhadits, Nahwu, sharaf, dan lain-lain sehingga kita dapat memahami  kedudukan  derajat  hadits,  ini  semua  adalah  perbuatan  Bidah  namun Bidah Hasanah.

Demikian pula ucapan Radhiyallahuanhuatas sahabat, tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat, walaupun itu di sebut dalam Al-Quran bahwa mereka para sahabat itu diridhoi Allah, namun tak ada dalam Ayat atau hadits Rasul saw memerintahkan untuk mengucapkan ucapan itu untuk sahabatnya, namun karena kecintaan para Tabi’in pada Sahabat, maka mereka menambahinya dengan ucapan tersebut. Dan ini merupakan Bidah Hasanah dengan dalil Hadits di atas, Lalu muncul pula kini Al-Quran yang di kasetkan, di CD kan, Program Al-Quran di handphone, Al- Quran yang diterjemahkan, ini semua adalah Bidah hasanah.

Bidah yang baik yang berfaedah dan untuk tujuan kemaslahatan muslimin, karena dengan adanya Bidah hasanah di atas maka semakin mudah bagi kita untuk mempelajari Al-Quran, untuk selalu membaca Al-Quran, bahkan untuk menghafal Al- Quran dan tidak ada yang memungkirinya.

Sekarang kalau kita menarik mundur kebelakang sejarah Islam, bila Al-Quran tidak dibukukan oleh para Sahabat ra, apa sekiranya yang terjadi pada perkembangan sejarah Islam ?

Al-Quran masih bertebaran di tembok-tembok, di kulit onta, hafalan para Sahabat ra yang hanya sebagian dituliskan, maka akan muncul beribu-ribu Versi Al-Quran di zaman sekarang, karena semua orang akan mengumpulkan dan membukukannya, yang masing-masing dengan riwayatnya sendiri, maka hancurlah Al-Quran dan hancurlah Islam. Namun dengan adanya Bidah Hasanah, sekarang kita masih mengenal Al-Quran secara utuh dan dengan adanya Bidah Hasanah ini pula kita masih mengenal Hadits-hadits Rasulullah saw, maka jadilah Islam ini kokoh dan Abadi, jelaslah sudah sabda Rasul saw yang telah membolehkannya, beliau saw telah mengetahui dengan jelas bahwa hal hal baru yang berupa kebaikan (Bidah hasanah), mesti dimunculkan kelak, dan beliau saw telah melarang hal hal baru yang berupa keburukan (Bidah dhalalah).

Saudara saudaraku, jernihkan hatimu menerima ini semua, ingatlah ucapan Amirulmukminin pertama ini, ketahuilah ucapan ucapannya adalah Mutiara Alquran, sosok agung Abubakar Ashiddiq ra berkata mengenai Bidah hasanah : sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan Umar”.

Lalu berkata pula Zeyd bin haritsah ra :..bagaimana kalian berdua (Abubakar dan Umar) berbuat sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw?,  maka Abubakar ra mengatakannya bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga iapun(Abubakar ra) meyakinkanku (Zeyd) sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua.

Maka kuhimbau saudara saudaraku muslimin yang kumuliakan, hati yang jernih menerima hal hal baru yang baik adalah hati yang sehati dengan Abubakar shiddiq ra, hati Umar bin Khattab ra, hati Zeyd bin haritsah ra, hati para sahabat, yaitu hati yang dijernihkan Allah swt,

Dan  curigalah  pada  dirimu  bila  kau  temukan  dirimu  mengingkari  hal  ini,  maka barangkali  hatimu  belum  dijernihkan  Allah,  karena  tak  mau  sependapat  dengan mereka, belum setuju dengan pendapat mereka, masih menolak bidah hasanah, dan Rasul saw sudah mengingatkanmu bahwa akan terjadi banyak ikhtilaf, dan peganglah perbuatanku dan perbuatan khulafaurrasyidin, gigit dengan geraham yang maksudnya berpeganglah erat erat pada tuntunanku dan tuntunan mereka.

Allah menjernihkan sanubariku dan sanubari kalian hingga sehati dan sependapat dengan Abubakar Asshiddiq ra, Umar bin Khattab ra, Utsman bin Affan ra, Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat.. amiin



Pendapat para Imam dan Muhadditsin mengenai Bid’ah

1. Al Hafidh Al Muhaddits Al Imam Muhammad bin Idris Assyafii rahimahullah (Imam Syafii)

Berkata Imam Syafii bahwa bidah terbagi dua, yaitu bidah mahmudah (terpuji) dan bidah madzmumah (tercela),  maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau berdalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih : inilah sebaik baik bidah. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 86-87)

2. Al Imam Al Hafidh Muhammad bin Ahmad Al Qurtubiy rahimahullah

Menanggapi ucapan  ini  (ucapan  Imam  Syafii),  maka  kukatakan  (Imam  Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yang berbunyi : seburuk buruk permasalahan adalah  hal  yang  baru,  dan  semua  Bidah  adalah  dhalalah (wa  syarrul  umuuri muhdatsaatuha wa kullu bidatin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal hal yang tidak sejalan dengan Alquran dan Sunnah Rasul saw, atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah diperjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya : Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya (Shahih Muslim hadits no.1017) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bidah yang baik dan bidah yang sesat. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal 87)

3. Al Muhaddits Al Hafidh Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi)

Penjelasan mengenai hadits : Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam,  maka  baginya  pahalanya  dan  pahala  orang  yang  mengikutinya  dan  tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang dosanya, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw : semua yang baru adalah Bidah, dan semua yang Bidah adalah sesat, sungguh yang dimaksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bidah yang tercela. (Syarh Annawawi ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)

Dan berkata pula Imam Nawawi bahwa Ulama membagi bidah menjadi 5, yaitu Bidah yang wajib, Bidah yang mandub, bidah yang mubah, bidah yang makruh dan bidah yang haram.

Bidah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil dalil pada ucapan ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bidah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku buku ilmu syariah, membangun majelis taklim dan pesantren, dan Bid;ah yang Mubah adalah bermacam macam dari jenis makanan, dan Bidah makruh dan haram sudah jelas diketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra  atas jamaah tarawih bahwa inilah sebaik2 bidah. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)

Al Hafidh AL Muhaddits Al Imam Jalaluddin Abdurrahman Assuyuthiy rahimahullah

Mengenai hadits Bidah Dhalalah” ini bermakna Aammun makhsush, (sesuatu yang umum yang ada pengecualiannya), seperti firman Allah : “… yang Menghancurkan segala sesuatu” (QS Al Ahqaf 25) dan kenyataannya tidak segalanya hancur, (*atau pula ayat : Sungguh telah kupastikan ketentuanku untuk memenuhi jahannam dengan   jin   dan   manusia   keseluruhannya   QS   Assajdah-13),   dan   pada kenyataannya bukan semua manusia masuk neraka, tapi ayat itu bukan bermakna keseluruhan tapi bermakna seluruh musyrikin dan orang dhalim.pen) atau hadits : aku dan hari kiamat bagaikan kedua jari ini” (dan kenyataannya kiamat masih ribuan tahun setelah wafatnya Rasul saw) (Syarh Assuyuthiy Juz 3 hal 189).

Maka bila muncul pemahaman di akhir zaman yang bertentangan dengan pemahaman para   Muhaddits   maka   mestilah   kita   berhati   hati   darimanakah  ilmu   mereka?, berdasarkan apa pemahaman mereka?, atau seorang yang disebut imam padahal ia tak mencapai derajat hafidh atau muhaddits?, atau hanya ucapan orang yang tak punya sanad, hanya menukil menukil hadits dan mentakwilkan semaunya tanpa memperdulikan fatwa fatwa para Imam?

Walillahittaufiq


Sumber : Diambil dari buku “Kenali Aqidahmu” Karangan Habib Munzir Al Musawa Halaman 4-9


Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: BID’AH
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel BID’AH ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda

No comments:

Post a Comment