Saudara saudaraku masih banyak yang memohon penjelasan
mengenai tawassul, waha
saudaraku, Allah swt
sudah memerintah kita
melakukan tawassul, tawassul adalah mengambil
perantara makhluk untuk doa kita pada Allah swt, Allah swt mengenalkan
kita
pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk Nya, yaitu Nabi
Muhammad saw sebagai perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah
para
sahabat, lalu
perantara
ketiga adalah para
tabi’in,
demikian
berpuluh puluh perantara sampai pada guru kita, yang mengajarkan kita islam, shalat,
puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw, sampailah kepada Allah swt.
Allah swt berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah/patuhlah
kepada
Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan”
(QS.Al-
Maidah-35).
Ayat ini jelas menganjurkan
kita
untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah,
dan
Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan beliau saw sendiri bersabda :
“Barangsiapa yang mendengar adzan lalu menjawab dengan doa : “Wahai Allah Tuhan
Pemilik
Dakwah yang sempurna ini, dan shalat yang dijalankan ini, berilah Muhammad
(saw) hak menjadi perantara dan limpahkan anugerah,
dan bangkitkan
untuknya Kedudukan yang terpuji sebagaimana yang telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih Bukhari hadits no.589 dan hadits no.4442)
Hadits
ini jelas bahwa
Rasul
saw
menunjukkan bahwa
beliau saw
tak
melarang
tawassul pada beliau saw, bahkan orang yang mendoakan
hak
tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan syafaat beliau saw.
Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : “Wahai Allah, demi amal
perbuatanku yang saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan
dalam
Shahih Bukhari dalam hadits yang panjang menceritakan tiga orang yang terperangkap
di
goad an masing masing bertawassul pada amal shalihnya.
Dan boleh juga
tawassul pada
Nabi
saw atau orang lainnya, sebagaimana yang
diperbuat
oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin Khattab ra shalat istisqa lalu berdoa kepada
Allah dengan
doa : “wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil
perantara
(bertawassul) pada
Mu
dengan
Nabi kami Muhammad saw agar
kau turunkan hujan lalu kau turunkan hujan, maka kini kami mengambil perantara (bertawassul)
pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas bin Abdulmuttalib ra) yang
melihat beliau sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” maka hujanpun turun dengan derasnya. (Shahih Bukhari hadits no.964 dan hadits no.3507).
Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt. Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
Para sahabat besar bertawassul pada keluarga
Nabi
saw (perhatikan ucapan Umar ra : “Dengan Paman nabi” (saw). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?,
misalnya Demi Abbas bin Abdulmuttalib
ra, namun justru beliau tak mengucapkan
nama, tapi mengucapkan sebutan “Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan
Allah mengabulkan doanya, menunjukkan bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan Allah.
Para sahabat besar bertawassul pada kemuliaan sahabatnya yang melihat Rasul
saw, perhatikan ucapan Umar bin Khattab ra
: “dengan pamannya yang melihatnya”
(dengan paman nabi saw yang melihat Nabi saw) jelaslah bahwa melihat Rasul saw
mempunyai kemuliaan tersendiri disisi Umar bin Khattab ra hingga beliau
menyebutnya dalam doanya, maka melihat Rasul saw adalah kemuliaan yang
ditawassuli Umar ra
dan
dikabulkan Allah.
Dan
boleh
tawassul pada
benda,
sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada
tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yang sakit : “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur
sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin tuhan kami” (shahih
Bukhari hadits no.5413, dan Shahih Muslim hadits no.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami” menunjukkan bahwa
beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yang dengan itu dapat menyembuhkan penyakit, dengan izin Allah swt
tentunya, sebagaimana dokter pun dapat menyembuhkan,
namun dengan izin Allah
pula
tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, menunjukkan diperbolehkannya
bertawassul pada benda mati atau
apa
saja karena semuanya mengandung kemuliaan
Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh alam ini berasal dari cahaya Allah swt.
Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya mengadukan kebutaannya dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul saw menyarankannya
agar bersabar,
namun orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk
kesembuhannya, maka Rasul saw memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat dua
rakaat, lalu Rasul saw mengajarkan
doa ini padanya, ucapkanlah : “Wahai Allah, Aku
meminta kepada Mu, dan Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad,
Nabi
Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap
demi dirimu (Muhammad
saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku” (Shahih Ibn
Khuzaimah hadits no.1219, Mustadrak ala shahihain hadits no.1180 dan ia berkata hadits ini shahih dengan syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas ini jelas jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan
doa
tersebut, Rasul saw yang mengajarkan padanya, bukan orang buta
itu yang membuat buat doa ini, tapi Rasul saw yang mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana
juga Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya,
bersalam padanya.
Lalu muncullah pendapat saudara saudara kita, bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw bertawassul pada tanah dan air liur.
Adapula pendapat mengatakan
tawassul hanya boleh pada yang hidup, pendapat ini
ditentang
dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada utsman bin hanif ra
seorang yang mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan
kebutuhannya, maka berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudulah, lalu shalat lah dua
rakaat di masjid, lalu berdoalah dengan doa : “: “Wahai Allah, Aku meminta kepada Mu,
dan
Menghadap kepada Mu, Demi Nabi Mu Nabi Muhammad,
Nabi Pembawa Kasih
Sayang, Wahai Muhammad, Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku ini, maka kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi
syafaat hajatku untukku” (doa yang sama dengan riwayat diatas)”, nanti selepas kau lakukan itu
maka
ikutlah dengan ku kesuatu tempat.
Maka orang itupun melakukannya
lalu
utsman bin hanif ra mengajaknya keluar masjid dan menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa apa Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”,
orang itu menyebutkan
hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar
menemui Ustman bin Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan hajatku ya..?”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku
tak
bicara apa2 pada Utsman bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada orang buta dan sembuh”. (Majmu’ zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan
oleh Utsman bin hanif dan dikabulkan Allah. Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian saudara saudara kita, mereka berkata kenapa memanggil orang yang sudah mati?, kita menjawabnya
: sungguh kita setiap shalat
mengucapkan salam pada Nabi saw yang telah wafat : Assalamu alaika ayyuhannabiyyu…
(Salam sejahtera atasmu wahai nabi……), dan nabi saw
menjawabnya,
sebagaimana sabda beliau saw : “tiadalah seseorang bersalam
kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR
Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits no.10.050)
Tawassul merupakan
salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan
oleh Rasulullah saw, tak pula oleh ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak pula oleh para tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta imam-imam besar Muhadditsin,
bahkan Allah memerintahkannya,
Rasul saw mengajarkannya, sahabat
radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara,
tak
ada yang mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tak ada pula yang membedakan antara tawassul pada yang hidup dan mati, karena tawassul adalah berperantara
pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur
yang tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan
orang atau benda itu sendiri, dan tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian, justru mereka yang membedakan
bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan
pada yang mati, maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap
makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan
akidah kita adalah semua yang hidup dan yang mati tak bisa memberi
manfaat apa apa kecuali karena Allah memuliakannya, bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu sebanding dengan Allah?, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah?,
Tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt
atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan kodrat
Ilahi dan tidak bisa membatasi
kemampuan Allah SWT. Ketakwaan mereka dan
kedekatan mereka kepada Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.
Sebagai contoh dari bertawassul,
seorang pengemis datang pada seorang saudagar kaya dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu
saat
ia mengemis pada saudagar itu ia berkata “Berilah hajat saya tuan …saya adalah
tetangga dekat amarhumah istri tuan…” maka tentunya si saudagar akan memberi lebih pada si pengemis karena ia tetangga mendiang
istrinya, Nah… bukankah
hal
ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat?, Jelas-jelas saudagar itu akan sangat menghormati
atau
mengabulkan hajat si pengemis, atau memberinya uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia cintai walau sudah wafat.
Walaupun seandainya
ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, yang maha pemurah dan maha
penyantun?, istri saudagar yang telah wafat itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan hajat sipengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA
SI PENGEMIS MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH
WAFAT, entah apa yang membuat pemikiran saudara saudara kita
menyempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini.
Saudara saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dengan perantara,
boleh berdoa dengan perantara orang shalih, boleh berdoa dengan
perantara
amal kita yang shalih, boleh berdoa dengan perantara
nabi saw, boleh pada
shalihin, boleh pada benda, misalnya “Wahai Allah Demi kemuliaan Ka’bah”, atau
“Wahai Allah Demi kemuliaan Arafat”, dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah,
tidak pula dari Rasul saw, tidak pula dari sahabat, tidak pula dari Tabi’in, tidak pula dari
Imam Imam dan muhadditsin, bahkan sebaliknya Allah menganjurkannya,
Rasul saw mengajarkannya, Sahabat mengamalkannya, demikian hingga kini.
Walillahittaufiq
Sumber : Diambil
dari buku “Kenali Aqidahmu” Karangan Habib Munzir Al Musawa Halaman 33 - 36
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: TAWASSUL
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel TAWASSUL ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Judul: TAWASSUL
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel TAWASSUL ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
No comments:
Post a Comment