Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh, Limpahan kebahagiaan dan rahmat Nya
swt semoga
selalu
tercurah pada
hari hari anda,
saudaraku yang kumuliakan, mengenai
keberadaan negara kita
di indonesia
ini adalah
bermadzhabkan syafii,
demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan sebagaimana orang orang masa kini yang mengambil ilmu
dari buku terjemahan
lalu
berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,
Anda benar, bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah
misalnya, maka madzhab disana kebanyakan
hanafi, dan di Madinah madzhab
kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian
muslimin masa kini yang gemar mencari yang
aneh
dan
beda, tak
mau ikut
jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yang lain, hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.
Memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illa bihi fahuwa wajib,
yaitu apa apa yang mesti ada sebagai perantara untuk mencapai
hal
yang wajib, menjadi wajib hukumnya.
Misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yang ada hanyalah air yang harus beli, dan kita
punya uang, maka apa hukumnya membeli
air?, dari mubah berubah menjadi wajib
tentunya.
karena perlu untuk shalat
yang
wajib.
Demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak
mengetahui
samudra syariah seluruh madzhab,
dan
kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yang ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,
Karena kita tak bisa beribadah hal hal yang fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.
Sebagaimana suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli
sesuatu di pasar seraya keduanya
menyentuh
wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak
berwudhu, ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah
kau
bersentuhan dengan wanita?, maka amir berkata, aku bermadzhabkan maliki,
maka zeyd berkata, maka wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah
pula
dalam madzhab syafii, karena madzhab maliki mengajarkun wudhu harus menggosok
anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak
sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii.
Demikian contoh kecil dari kebodohan orang yang mengatakan bermadzhab tidak wajib, lalu siapa yang akan bertanggung jawab atas wudhunya?, ia butuh sanad yang ia pegang bahwa ia berpegangan pada sunnah nabi saw dalam wudhunya, sanadnya berpadu pada Imam Syafii atau pada Imam Malik?, atau pada lainnya?,
atau ia tak berpegang pada salah satunya sebagaimana contoh diatas..
Dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia
pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dengan
madzhab syafii nya,
Demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafi’iyyun, tak
sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain. demikian saudaraku yang kumuliakan.,
Wallahu a'lam
Sumber : Diambil dari buku “Kenali Aqidahmu” Karangan Habib
Munzir Al Musawa Halaman 44 - 45
Terima Kasih Telah Berkunjung
Judul: WAJIBKAH BERMADZHAB
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel WAJIBKAH BERMADZHAB ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
Judul: WAJIBKAH BERMADZHAB
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link DOFOLLOW yang menuju pada artikel WAJIBKAH BERMADZHAB ini. Sesama blogger mari saling menghargai. Terima kasih atas perhatian anda
No comments:
Post a Comment